Indonesia-Belanda: Ratusan ribu benda bersejarah Indonesia dimiliki Belanda

Indonesia-Belanda

Indonesia-Belanda – Belanda mengembalikan keris milik Pangeran Diponegoro ke Indonesia dalam kunjungan Raja dan Ratu Belanda (10/03). Pada akhir tahun lalu, Belanda juga mengembalikan 1.500 benda budaya Indonesia dari Museum Nusantara di Delft yang ditutup akibat keterbatasan dana. Kini Indonesia dan Belanda tengah melakukan penelusuran asal usul sejumlah benda bersejarah lainnya yang ada di Belanda, sebelum memutuskan apakah benda-benda tersebut akan dikembalikan ke Indonesia. Selain berlian Banjarmasin, Indonesia dan Belanda tengah membahas benda-benda lain, seperti bendera-bendera perang yang digunakan untuk melawan Belanda dalam era kolonialisme.

Bagaimana wacana repatriasi bermula

Gerakan pengembalian barang bersejarah dimulai di Perancis, yang mengembalikan sejumlah barang dari era penjajahan ke negara-negara di Afrika tahun 2018. Setahun sebelumnya, Presiden Perancis Emmanuel Macron mengatakan Perancis akan mengembalikan barang-barang yang diperoleh secara paksa ke negara-negara di Afrika dalam kurun waktu lima tahun. Diskusi terkait hal itu akhirnya bergulir di negara Eropa lain, ujar Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Hilmar Farid. “Langkah Perancis ini disambut di seluruh Eropa. Inggris mulai berdiskusi, Belanda juga mulai berdiskusi,” ujar Hilmar, yang mengestimasikan ratusan ribu artefak Indonesia ada di Belanda.

Barang bersejarah apa yang jadi prioritas pengembalian?

Hilmar mengatakan barang-barang yang jadi prioritas pengembalian adalah yang punya nilai sejarah yang penting untuk masyarakat dan identitas Indonesia. Contohnya, kata Hilmar, adalah bendera-bendera perang yang digunakan melawan Belanda.
“Buat saya simbol-simbol yang dulu digunakan dan memainkan peran sangat sentral di dalam perlawanan bonus new member terhadap kolonialisme mestinya ada di sini,” ujarnya. “Itu secara simbolik berarti mengembalikan pride Identity’ (kebanggaan identitas) kepada kita. Masa sih barang yang begitu penting adanya justru di tempat orang?” Sebelumnya, dalam wawancara di bulan Januari lalu, Kepala Museum Nasional Siswanto mengatakan pihaknya selektif dalam meminta benda-benda bersejarah dari luar negeri.

Bagaimana pedoman pengembaliannya

Hilmar Farid melihat pedoman itu sangat spesifik mengatur tentang pembuktian asal benda, bahkan juga mengatur bagaimana benda itu digunakan. “Saya bilang ‘ya nggak dong’. Kalau misalnya ini memang adalah sesuatu yang sifatnya mutual benefit, kita harus sama-sama dong menentukan term-nya,” katanya. “Jadi diskusi masih di sana. Sementara, nggak terlalu banyak masuk terlalu jauh sampai hal yang sifatnya praktikal karena yang prinsipil belum (disepakati),” katanya.

No Comments